SEJARAH MASUKNYA BANGSA EROPA KE INDONESIA
Latar Belakang Masuknya Bangsa Eropa keIndonesia
a. Penjelajahan Bangsa Portugis
Setelah
perjanjian Thordesillas (1492) pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan
Bartholomeus Diaz mencoba mencari jalan keluar untuk menemukan dunia
Timur (pusat rempah-rempah). Namun pelayarannya Bartholomeus Diaz hanya
sampai di ujung Afrika Selatan (1496). Hal ini disebabkan oleh besarnya
gelombang ombak Samudera Hindia, sehingga kapal-kapal yang dibawa oleh
Bartholomeus Diaz tidak berhasil melewatinya. Oleh Bartholomeus Diaz
tanjung itu dinamakan Tanjung Pengharapan (Cape og Good Hope atau
Tanjung Harapan sekarang).
Pada
tahun 1498, raja Portugis mengirim ekspedisinya di bawah pimpinan Vasco
da Gama. Ekspedisi ini berhasil mendarat di Kalkuta (India) pada tahun
1498. Kemudian pada tahun 1511 dari India bangsa Portugis mengirim
ekspedisinya di bawah pimpinan Alfonso d’Alburquerque, mengikuti
perjalanan para pedagang Islam. Pada tahun 1511 itu juga Portugis
berhasil menduduki Malaka, pusat perdagangan Islam di Asia Tenggara.
Kemudian Portugis tiba di Ternate (Maluku) tahun 1512.
Untuk
menyelesaikan pertikaian kedua bangsa kulit putih itu, paus turun
tangan dan pada tahun 1512 dilakukan Perjanjian Saragossa (Zaragoza).
Isi perjanjian itu antara lain:
1. Bumi ini dibagi atas dua pengaruh, yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis.
2. Wilayah kekuasaan Spanyol membentang dari Mexico ke arah Barat
sampai ke kepulauan Filipina dan wilayah kekuasaan Portugis membentang
dari Brazillia ke arah timur sampai ke kepulauan Maluku.
b. Kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia
Bangsa Belanda memulai pelayarannya, pada tahun 1596 di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman, para pedagang bangsa Belanda tiba Banten
(Indonesia). Dari bandar Banten pelaut Belanda melanjutkan pelayarannya
ke arah timur dan mereka kembali dengan membawa rempah-rempah dalam
jumlah yang cukup banyak.
Untuk mengatasi persaingan antara para pedagang Belanda itu sendiri,
pemerintah membentuk badan usaha atau kongsi dagang yang diberi nama
Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yaitu Persekutuan Dagang Hindia
Timur. VOC berdiri tahun 1602 yang juga lebih sering disebut oleh
bangsa Indonesia dengan sebutan Kompeni Belanda.
c. Kedatangan Bangsa Inggris di Indonesia
Sejak
abad ke-17, para pedagang Inggris sudah berdagang sampai di daerah
India. Di India timur, para pedagang Inggris mendirikan kongsi dagang
yakni East India Company (EIC) pada tahun 1600, dengan daerah operasinya
adalah India. Pusat kekuatan EIC adalah Kalkuta (India), dan dari kota
inilah Inggris meluaskan wilayahnya ke Asia Tenggara.
Di
bawah Gubernur Jenderal Lord Minto yang berkedudukan di Kalkuta
dibentuk ekspedisi Inggris untuk merebut daerah-daerah kekuasaan Belanda
yang ada di wilayah Indonesia. Pada tahun 1811, Thomas Stamford Raffes
telah berhasil merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia.
Berdasarkan
perjanjian London tahun 1815, Inggris diharuskan mengembalikan
kekuasaannya di Indonesia kepada Belanda. Dan pada tahun 1816 Inggris
melaksanakan kewajibannya itu.
PERKEMBANGAN KEKUASAAN BANGSA EROPA
a. Kekuasaan Bangsa Portugis di Indonesia
Untuk dapat menguasai dan memonopoli perdagangan di Asia Selatan bangsa Portugis melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1)
Memperluas kekuasaannya ke arah barat dengan menghancurkan armada laut
Turki, sehingga bangsa Portugis dapat mengawasi perdagangan dan
pelayaran di laut antara Asia dengan Eropa. Bahkan bangsa Portugis dapat
memaksa para pedagang untuk berlayar dari bandar perdagangan Goa
(India) menuju ke Afrika Selatan dan selanjutnya sampai di bandar
Lisboa, yaitu pusat perdagangan di Eropa dan ibu kota Portugis.
2) Memperluas kekuasaannya ke arah timur dengan menguasai Malaka,
sehingga dapat menghentikan dan menguasai aktivitas perdagangan langsung
yang dilakukan oleh pedagang-pedagang Cina, India maupun Indonesia.
Pada tahun 1511, Malaka berhasil direbut oleh bangsa Portugis di bawah
pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Sejak peristiwa itu, kekuasaan Kerajaan
Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis. Tindakan-tindakan bangsa
Portugis yang semakin sewenang-wenang dan bertindak kejam terhadap
rakyat dapat menimbulkan terjadinya pertentangan antara rakyat Maluku
dengan bangsa Portugis. Pertentangan ini semakin memuncak setelah bangsa
Portugis membunuh Sultan Hairun dari kerajaan Ternate. Rakyat Ternate
angkat senjata di bawah pimpinan putranya yang bernama Baab Ullah dan
akhirnya tahun 1575 bangsa Portugis terusir dari daerah Maluku.
Zaman
kekuasaan kolonial Portugis yang berlangsung dari tahun 1511 sampai
tahun 1641 di wilayah Indonesia meninggalkan bekas-bekasnya di dalam
kebudayaan Indonesia.
b. Kekuasaan VOC (Kompeni Belanda) di Indonesia
Pada tahun 1602 pedagang-pedagang Belanda mendirikan perkumpulan dagang
yang disebut Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pembentukan VOC
dibantu oleh pemerintah Belanda di bawah Van Oldenbarneveldt. VOC diberi
hak istimewa, sehingga menjadi sebuah badan yang berdaulat. Hak
istimewa itu di antaranya:
1. hak monopoli untuk berdagang antara Amerika Selatan dengan Afrika,
2. hak memelihara angkatan perang, berperang, mendirikan benteng-benteng dan menjajah,
3. hak untuk mengangkat pegawai-pegawainya,
4. hak untuk memberi pengadilan,
5. hak untuk mencetak dan mengedarkan uang sendiri.
Sebaliknya VOC mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap Pemerintah Belanda, yaitu:
1. bertanggung jawab kepada Staten General (Badan Perwakilan),
2. pada waktu perang harus membantu pemerintah Belanda dengan uang dan angkatan perang.
Pada
tahun 1618 Jan Pieterzoon Coen dengan izin dari Pangeran Jayakarta
mendirikan sebuah benteng di kota Jayakarta. Ketika terjadi perselisihan
antara Pangeran Jayakarta yang dibantu oleh Sultan Banten dengan
orang-orang Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen, maka Belanda
membakar kota Jayakarta. Namun pada tahun 1619, Jan Pieterzoon Coen
mendirikan kota baru di atas kota yang dibakar tersebut dengan nama kota
Batavia. Selanjutnya Jan Pieterzoon Coen menjadikan kota Batavia
sebagai pusat perdagangan dan pusat kekuasaan Belanda di wilayah
Indonesia. Dalam menghadapi kerajaan-kerajaan Indonesia, Belanda
melancarkan politik adu domba (
devide et impera).
c. Indonesia di bawah Pemerintahan Kerajaan Belanda
Pada akhir abad ke-18, VOC mengalami kemunduran akibat kerugian yang
sangat besar dan utang yang dimilikinya berjumlah sangat besar. Hal ini
juga diakibatkan oleh:
1. persaingan dagang dari bnagsa Perancis dan Inggris,
2. penduduk Indonesia, terutama Jawa telah menjadi miskin, sehingga tidak mampu membeli barang-barang yang dijual oleh VOC,
3. perdagangan gelap merajalela dan menerobos monopoli perdagangan VOC,
4. pegawai-pegawai VOC banyak melakukan korupsi dan kecurangan-kecurangan akibat dari gaji yang diterimanya terlalu kecil,
5. VOC mengeluarkan anggaran belanja yang cukup besar untuk
memelihara tentara dan pegawai-pegawai yang jumlahnya cukup besar untu
memenuhi pegawai daerah-daerah yang baru dikuasai, terutama di Jawa dan
Madura.
Maka pada tahun 1799, VOC
akhirnya dibubarkan. Pada tahun 1807, Republik Bataafsche dihapuskan
oleh Kaisar Napoleon Bonaparte dan diganti bentuknya menjadi Kerajaan
Holland di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon Bonaparte (adik dari
Kaisar Napoleon).
d. Pemerintahan Daendels di Indonesia (1808-1811)
Pada tahun 1808, Herman Willem Daendels diangkat menjadi gubernur
jenderal atas wilayah Indonesia. Tugas utamanya adalah untuk
mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris. Dalam upaya
tersebut, perhatian Daendels hanyalah terhadap pertahanan dan
ketentaraan.
Untuk memperkuat angkatan perangnya, Daendels melatih orang-orang
Indonesia, karena tidak mungkin ia menambah tentaranya dari orang-orang
belanda yang didatangkan dari negeri belanda. Pembangunan angkatan
perangnya ini dilengkapi dengan pendirian tangsi-tangsi atau
benteng-benteng, pabrik mesiu dan juga rumah sakit tentara.
Di
samping itu, atas dasar pertimbangan pertahanan, Daendels memerintahkan
pembuatan jalan pos dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa
Timur. Pembuatan jalan ini menggunakan tenaga rakyat dengan sistem kerja
paksa atau kerja rodi, hingga selesainya pembuatan jalan itu. Untuk
orang Belanda, pekerjaan menyelesaikan pembuatan jalan pos ini merupakan
keberhasilan yang gemilang, tetapi lain halnya dengan bangsa Indonesia,
di mana setiap jengkal jalan itu merupakan peringatan terhadap rintihan
dan jeritan jiwa orang yang mati dalam pembuatan jalan tersebut.
Setelah
pembuatan jalan selesai, Daendels memerintahkan pembuatan perahu-perahu
kecil, karena perahu-perahu perang Belanda tidak mungkin dikirim dari
negeri Belanda ke Indonesia. Selanjutnya pembuatan pelabuhan-pelabuhan
tempat bersandarnya perahu-perahu perang itu, Daendels merencanakan di
daerah Banten Selatan. Pembuatan pelabuhan itu telah memakan ribuan
korban jiwa orang Indonesia di Banten akibat dari penyakit malaria yang
menyerang para pekerja paksa. Akhirnya pembuatan pelabuhan itu tidak
selesai. Walaupun Daendels bersikeras untuk tetap menyelesaikannya,
tetapi Sultan Banten menentangnya. Daendels menganggap jiwa rakyat
Banten tidak ada harganya, sehingga hal ini mengakibatkan pecahnya
perang antara Daendels dengan Kerajaan Banten.
Di
samping itu, pembuatan pelabuhan di Merak juga mengalami kegagalan dan
hanya usaha untuk memperluas pelabuhan di Surabaya yang cukup memuaskan.
Pada tahun 1810 Kerajaan Belanda di bawah pemerintahan Raja Louis
Napoleon Bonaparte dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte. Negeri
Belanda dijadikan wilayah kekuasaan Perancis. Dengan demikian, wilayah
jajahannya di Indonesia secara otomatis menjadi wilayah jajahan
Perancis. Napoleon menganggap bahwa tindakan Daendels sangat otokratis
(otoriter), maka pada tahun 1811 ia dipanggil kembali ke negeri Belanda
dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Jansens.
e. Kekuasaan Inggris di Indonesia
Pada tahun 1811, tentara Inggris mengadakan serangan terhadap
wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda. Sejak tahun 1811 itu juga wilayah
Indonesia menjadi daerah jajahan East Indian Company (EIC), badan
perdagangan Inggris yang berpusat di Kalkuta, yang dipimpin oleh
Gubernur Jenderal Lord Minto. Untuk wilayah Indonesia Lord Minto
mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai pemegang pemerintahan dengan
pangkat Letnan Gubernur Jenderal.
Dengan
bantuan orang-orang Indonesia yang pandai dan beberapa orang Belanda,
Raffles berhasil mengetahui sejarah, kebudayaan, kesenian dan
kesusasteraan Jawa. Buah karya Thomas Stamfor Raffles adalah sebuah buku
yang berisikan sejarah Jawa yang berjudul History of Java.
Setelah
Napoleon Bonaparte berhasil dikalahkan dalam pertempuran di Leipzig dan
kemudian tertangkap, maka pada tahun 1814 melalui Konvensi London
(Perjanjian London), Inggris mengembalikan semua daerah kekuasaan
Belanda yang pernah dikuasai oleh Inggris.
f. Pemerintahan Kolonial Belanda
Setelah dilakukan perjanjian antara Inggris dengan Belanda pada Konvensi
London (1814), daerah Indonesia dikembalikan kepada Belanda. Untuk
mengurus pengembalian itu, dikirim komisi jenderal yang terdiri dari Van
der Capellen, Elout, dan Buyskes (1816).
Tugas komisi jenderal itu sangat berat, yaitu memperbaiki sistem
pemerintahan dan perekonomian. Perbaikan ekonomi ini bertujuan agar
dapat mengembalikan utang-utang Belanda yang cukup besar akibat
perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi Napoleon maupun
perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi kerajaan-kerajaan
Indonesia.
Untuk menghadapi
pertentangan yang kuat dari bangsa Indonesia, Belanda menindasnya dengan
jalan perang kolonial dan politik devide et impera yaitu memecah belah
bangsa Indonesia. Sehingga terjadinya permusuhan antara
kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Indonesia.
g. Kekuasaan Bangsa Jerman
Sekalipun
Jerman sering dijuluki “negara imperialis yang kesiangan”, namun ia
dapat menguasai beberapa daerah jajahan antara lain ….
(1) Togo
(2) Kamerun
(3) Afrika Barat Daya
(4) Nigeria